http://www.emailcashpro.com

Thursday 19 August 2010

Bisnis Rumah Singgah Keluarga Pasien Yang Belum Terjamah

Di negeri ini masih ada pemeo, siapa saja yang merawat orang sakit pasti ikut-ikutan sakit sekalipun tubuhnya sehat. Ya, itu karena belum terurusnya keluarga pasien rawat inap oleh rumah sakit bersangkutan. Padahal, mengurusi keluarga pasien rawat inap bisa jadi peluang bisnis tersendiri.

Suatu pagi Lilik Yuliwati masuk kerja dengan mata sembab. Kepada rekan-rekan sekerjanya, ibu dua anak yang usianya baru saja menginjak kepala 3 itu mengeluh, semalaman tak dapat tidur karena harus menunggui anaknya yang menjalani rawat inap di suatu rumah sakit.
Sebetulnya, rumah sakit tempat anak Yuli dirawat itu adalah rumah sakit yang cukup berkelas, di wilayah Surabaya Barat. Setiap kamar untuk pasien, sampai kelas yang terendah sekalipun, selalu dilengkapi dengan AC. Suasana di seluruh bagian dari rumah sakit itu, terutama di bagian lobi, mirip dengan hotel sehingga membuat betah siapapun yang berada di sana.
Keluarga pasien, terutama yang anak-anak, juga diizinkan menunggui dan tinggal di kamar tempat si pasien menjalani rawat inap. “Ya, memang sih kamarnya nyaman, ber-AC, tapi nggak ada tempat buat tidur buat keluarga pasien. Tidur di koridor rumah sakit juga nggak mungkin,” keluh Lilik.
Ya, itu adalah masalah tambahan yang dihadapi setiap rumah sakit di negeri ini, sekalipun rumah sakit tersebut adalah rumah sakit yang berkelas. Selain merawat pasien, biasanya rumah sakit mendapat masalah terkait keluarga si sakit yang berjubel di lorong-lorong.
Masalah serupa pernah dialami  Royal Adelaide Hospital (RAH), salah satu rumah sakit terbaik di Australia Selatan. Tapi rumah sakit itu akhirnya mempunyai cara ramah sekaligus menguntungkan untuk melayani keluarga pasien.
RAH mengelola sebuah gedung penginapan yang disebut Residential Wing. Letak gedung bertingkat 12 tersebut berdekatan dengan Unit Perawatan Anak. Tiap lantai terdiri atas 57 kamar, dan setiap kamar luasnya sekitar 3,5 x 3 meter persegi.
Kamarnya sederhana saja namun cukup nyaman. Masing-masing dilengkapi dengan satu tempat tidur single berkasur pegas, satu unit almari yang cukup luas, satu unit meja rias yang bersambung dengan meja kerja, dan satu unit kursi. Karena Adelaide berada di wilayah yang beriklim sedang, maka setiap kamar juga dilengkapi alat pemanas ruangan.
Untuk urusan mandi cuci dan kakus (MCK), pengelola menyediakan ruangan tersendiri yang dapat digunakan secara bergantian untuk penghuni di masing-masing lantai. Setiap lantai di gedung itu, terdiri atas 57 kamar. Dibagi dua dalam dua sayap.
Setiap sayap, dilengkapi satu kamar mandi yang terdiri atas dua ruangan untuk shower dan satu ruangan untuk mandi dalam bathtub. Kemudian satu  kakus yang terdiri atas tiga ruangan berkloset duduk. Lalu satu dapur sekaligus ruang cuci. Masing-masing ruangan MCK itu dilengkapi dengan kran air dingin dan panas.
Untuk sosialisasi para penghuninya, pengelola juga menyediakan satu lounge di setiap lantai. Di lounge itu, disediakan fasilitas berupa satu unit televisi, pantry, dua kompor listrik, microwave, dan alat perebus air. Para penghuni dapat menikmati fasilitas-fasilitas tersebut secara cuma-cuma dan tanpa batasan.
Menurut Emily Frytes, salah satu petugas resepsionis di Residential Wings, gedung itu dulunya adalah asrama perawat RAH. Berdiri sejak tahun 1976, namun sekitar tahun 1999, perawat-perawat yang tinggal di sana, memilih untuk menyewa rumah sendiri yang lebih baik.
Karena itu, pengelola menyewakannya untuk umum. "Sebenarnya, gedung ini kami manfaatkan untuk mengakomodasi keluarga pasien rawat inap, yang datang dari luar Adelaide," tutur perempuan berusia 23 tahun itu.
Sewanya cukup murah untuk ukuran Adelaide. Sekitar 3 tahun lalu, tarifnya per malam cuma 17,6 dollar Australia atau sekitar 144.000 (kurs Rp 8.181 per dollar Australia). Bandingkan dengan upah pekerja kasar di sana yang sebesar 15 dollar Australia (sekitar Rp 123 ribu) per jam, saat itu.
Karena itu, banyak pelajar-pelajar asing yang memanfaatkannya. Tak terkecuali pelajar dari Indonesia. 'Di tempat lain, ada yang 90 dollar Australia (sekitar Rp 736.277) tanpa fasilitas selengkap itu,' kata Hardi, mahasiswa Indonesia dari Aceh, yang saat itu menyewa kamar di Residential Wing.
Para pelajar asing yang berminat, semakin banyak ketika pengelola menerapkan tarif khusus pelajar, yang lebih murah. Untuk pelajar, cuma dipungut 13,20 dollar Australia atau sekitar Rp 108 ribu. "Itu sangat murah. Sebab kami bisa dapat fasilitas macam-macam. Kalau di tempat lain, biasanya cuma dapat ruangan kosong. Dan untuk air, listrik dan gas, bayar sendiri," kata Hardi yang sedang menyelesaikan program doktornya. Ia menyewa satu kamar di lantai 8 di Residential Wing.
Di Bangkok, Thailand lebih hebat lagi, sebab rumah sakitnya sudah menerapkan menerapkan konsep medical tourism. Adalah Rumah Sakit (RS) Bumrungrad Internasional yang terletak di jantung ibukota Thailand, yang sudah menerapkan konsep itu.
Karena ditujukan untuk menarik wisatawan, maka RS Bumrungrad Internasional yang berdiri sejak 1980 dan tingkat huniannya mencapi 1 juta per tahun itu memang menyediakan layanan kesehatan dengan 22 bahasa. Tidak sedikit pula stafnya yang berasal dari berbagai negara. Selain itu, pengelola juga mendisain serta melengkapi rumah sakit itu bak hotel berbintang lima, juga dengan peralatan medis yang canggih.
Tapi yang menarik, selain fasilitas mewah untuk pasien yang menjalani rawat inap, RS Bumrungrad Internasional juga mengelola sebuah apartemen mewah yang dilengkapi fasilitas layaknya hotel berbintang, untuk mengakomodasi keluarga pasien.
            Apartemen itu juga terdiri atas kelas-kelas tertentu, yang tarifnya disesuaikan dengan kocek penyewanya. Ada kelas Studio Apartment, yang tarifnya 1.900 baht (sekitar Rp 529 ribu) per hari, atau 1.750 baht (sekitar Rp 487 ribu) per hari jika menyewa selama 2 minggu, atau 1.700 baht (sekitar Rp 473 ribu) per hari jika menyewa selama sebulan.
            Kemudian One -bedroom Apartment, yang tarifnya 2.750 baht (sekitar Rp 766 ribu) per hari, atau 2.600 baht (sekitar Rp 724 ribu) per hari jika menyewa selama dua minggu, atau Rp 2.550 baht (sekitar Rp 710 ribu) per hari jika menyewa sebulan.
            Dan yang paling tinggi tarifnya adalah kelas Two-bedroom Exec. VIP. Tarifnya, 5.750 baht (sekitar Rp 1,6 juta) per hari, atau 5.500 baht (sekitar Rp 1,5 juta) per  hari jika menyewa selama 2 minggu, atau 5.200 baht (sekitar Rp 1,45 juta per hari jika menyewa selama sebulan.
            Di Indonesia, banyak rumah sakit yang berlomba-lomba menyajikan fasilitas bak hotel berbintang bagi pasien rawat inap, tapi masih sedikit yang menyediakan fasilitas untuk mengakomodasi keluarga pasien.
            RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) di Jakarta, mungkin baru satu-satunya rumah sakit di Indonesia, yang sudah memiliki fasilitas untuk mengakomodasi keluarga pasien. RSCM kini memiliki Rumah Singgah, untuk menampung pasien yang antri kamar rawat inap juga keluarga pasien. 

“Idenya untuk memfasilitasi pasien. Sebenarnya kita melihat permasalahan ini tidak ada kaitannya dengan rumah-sakit. Artinya RS tidak berhubungan dengan masalah di luar medis. Pernah kita beberapa kali mengobrol dengan pihak Depsos (sebagai penanggungjawab masalah sosial,Red), namun tampaknya mereka belum memiliki jalan keluar untuk mengantisipasi dan memfasilitasi pasien dengan kondisi seperti itu,” ujar Dr Sonar Soni Panigoro, Sp B-Onk, M Epid, Direktur Umum dan Operasional RSCM.

Sumber : Surabaya post online

0 comments:



  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP