http://www.emailcashpro.com

Saturday, 21 August 2010

Hukuman Ringan, Koruptor Dapat Grasi

Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Dr Mahfud MD, menilai pemberian remisi dan grasi kepada terpidana korupsi adalah tidak bijaksana dan kontraproduktif pada upaya pemberantasan korupsi dengan keras.

"Secara hukum, itu memang boleh. Tetapi boleh itu bukan berarti harus. Saya setuju dengan pendapat, pemberian remisi atau grasi (untuk napi koruptor) itu, tidak bijaksana," kata Mahfud, di Kampus Dermaga Institut Pertanian Bogor di Dramaga, Kabupaten Bogor, Sabtu (21/8/2010) siang.

Mahfud mengatakan hal tersebut kepada wartawan, yang meminta tanggapannya atas pemberian remisi kepada Aulia Pohan dan grasi kepada Syaukani, terpidana korupsi.

Menurut Mahfud, pemberian remisi dan grasi itu sudah terjadi, secara undang-undang memang Presiden boleh memberikannya. Tetapi saya lebih setuju dengan pendapat untuk kejahatan luar biasa (extraordinary crime) seperti korupsi, remisi dan grasi tidak boleh diberikan, tegasnya.

"Sudah hakim pengadilan kita tidak menjatuhkan vonis maksimal 20 tahun, masih lagi diberi remisi, grasi. Ini menjadi tidak efektif dalam memberi efek jera," katanya.

Kebijakan pemberian remisi dan grasi pada terpidana korupsi, lanjut Mahfud, tidak bijaksana dan kontraproduktif karena melemahkan upaya-upaya bangsa Indonesia memberantas korups dengan keras,

"Pemberian itu secara undang-undang memang boleh, tetapi dilihat dari tanggung jawab moralitas, itu kurang," katanya.

ketua MK Mahfud MD di Kampus Dramaga IPB dalam acara Kuliah Perdana Mahasiswa Baru Pascasarjana IPB. pada acara tersebut Mahfud memberi kuliah umum terbuka dengan judul Perguruan Tinggi dan Globalisasi dalam Prespetif Konstitusi.

Dalam kuliahnya, Mahfud antara lain mengatakan, merebaknya korupsi dan ketidakberesan dalam berbangsa dan bernegara saat ini adalah tanggung jawab perguruan tinggi, yang selama ini hanya mencetak sarjana dan dokter, bukan manusia intelektual atau cendrikiawan Indonesia.

Rektor IPB Prof Dr Herry Suhardianto mengatakan, tidak sesimpel atau sesederhana itu menyimpulkan ketidakberesan Indonesia saat ini karena kesalahan perguruan tinggi. "Tetapi memang betul, kita tidak boleh hanya meningkatkan pendidikan otak, tetapi juga harus mempertinggi pendidikan moralitas," katanya.

Sumber : nasional.kompas.com  

0 comments:



  © Blogger templates Newspaper III by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP